Konon, tradisi ini terkait dengan kebiasaan masyarakat Indonesia kuno mengunjungi tanah kelahirannya untuk berziarah ke makam leluhur dalam kurun waktu tertentu.
Meski tradisi ini sempat hilang, masuknya Islam ke Indonesia telah membuat tradisi ini muncul kembali dan menemukan momentumnya setiap kali merayakan Lebaran.
Tradisi tahunan
Dimensi spiritual dan budaya memang kental melatarbelakangi tradisi mudik ini. Namun, sejalan dengan perkembangan waktu, tak banyak yang menyadari bahwa tradisi tahunan ini juga berdampak multidimensi.
Salah satu yang menonjol adalah terhadap kesehatan, terutama jika pulang kampung ini harus menempuh perjalanan panjang dan melelahkan.
Bagaimana tidak, tradisi mudik “modern” dewasa ini melibatkan pergerakan jutaan manusia yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam kurun waktu hampir bersamaan, baik itu lewat darat, laut maupun udara.
Pergerakan jutaan manusia ini jelas sangat potensial berpengaruh terhadap kesehatan manusia, tak jarang dapat mengancam jiwa.
"Dampak kesehatan pada arus mudik sangat banyak. Misalnya, kecelakaan lalu lintas dan penyebaran penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa. Penyakit bisa mudah menyebar karena masyarakat terlalu lelah, stres, dan kurang menjaga kebersihan,” ujar Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kemenkes RI.
Untuk mengurangi dampak kesehatan yang tidak diinginkan, para pemudik dituntut untuk sehat secara fisik maupun mental sebelum melakukan perjalanan mudik. Hal ini seringkali luput dari perhatian.
Pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi misalnya, seringkali sejak jauh-jauh hari sudah mempersiapkan mobil atau motornya, namun lupa mempersiapkan kesehatan fisik dan mentalnya.
Persiapan mudik
Sehat fisik dan mental menjadi prasyarat dasar. Karena, menempuh perjalanan jauh, bisa jadi tak sesuai dengan rencana perjalanan yang diperkirakan sebelumnya. Kemacetan lalulintas, dan sebagainya, tak jarang membuat perjalanan menjadi molor berjam-jam.
Karenanya, agar sehat fisik dan mental, pemudik harus terlebih dahulu berperilaku sehat. Perilaku sehat ini dijalankan dengan melakukan segala upaya untuk mencegah terkena berbagai penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Dengan kesehatan fisik dan mental yang prima, perjalanan panjang dapat ditempuh dengan keadaan awas dan terkendali.
Perilaku sehat harus dilakukan di mana saja dan kapan saja, termasuk dalam perjalanan mudik yang melelahkan. Pengendara yang lengah, karena kesehatan fisik yang lemah dan kurang fit, atau dalam keadaan sakit, akan sangat berisiko dan bahkan dapat mengundang terjadinya kecelakaan.
Akibatnya bisa fatal baik untuk pengemudi maupun penumpang.
Lantas, bagaimana perilaku sehat itu dilakukan menjelang dan saat mudik? Selain mempersiapkan kondisi kelayakan kendaraan, jangan lupa mempersiapkan fisik yang sehat dan prima sebelum berkendara. Istirahat yang cukup, tidak sedang demam atau sakit, atau lelah karena kurang tidur misalnya.
Yang tak kalah pentingnya, Anda tidak dalam kondisi emosional atau marah.
“Sebaiknya, jangan berangkat saat baru saja pulang kerja. Selain lelah fisik, secara psikologis Anda juga hampir pasti lelah karena lalu lintas yang padat,” saran Prof. Tjandra.
Selain itu, sebelum berangkat, sebaiknya Anda memeriksakan kesehatan terlebih dahulu. Apalagi, jika selama ini Anda memiliki keluhan terhadap penyakit tertentu. Jangan abaikan hal ini, meski Anda merasa sehat dan prima.
Siapkan obat-obatan pribadi yang kira-kira Anda butuhkan selama perjalanan maupun di tempat tujuan.
Ada baiknya Anda juga mempersiapkan bekal makanan dan minuman, khususnya kalau Anda membawa bayi dan anak-anak.
Makanan yang disiapkan hendaknya yang berprotein tinggi atau berkadar air tinggi dan agar disantap kurang dari 4 jam misalnya telur, lontong isi, lemper, atau kue basah. Makanan pedas dan bersantan sebaiknya dihindari.
Bagi pengemudi sebaiknya lebih memperbanyak makan buah-buahan, seperti jeruk, pisang, mangga, belimbing atau apel. Kurangi makanan tinggi kalori dan lemak agar stamina selama berkendara tetap terjaga.
Kalau mau lebih awet dan praktis memang cukup membawa makanan kering dalam kemasan, seperti roti dan biskuit, serta minuman botol atau kaleng. Tapi, jangan lupa memperhatikan tanggal kadaluarsanya.
Kalau Anda memilih untuk makan di luar atau jajan, sebaiknya Anda juga jeli dalam memilih warung atau rumah makan yang akan Anda singgahi.
Menurut Prof. Tjandra, kebersihan harus menjadi pertimbangan utama. Antara lain melihat bagaimana tempat penyajian makanannya, kebersihan alat makan dan minum, atau bagaimana kondisi tempat membuang limbah di sekitar warung atau rumah makan tersebut.
Perilaku sehat saat mudik juga berlaku saat berkendara dan menggunakan jalan. Saat puncak arus mudik, jalur mudik bisa dipadati puluhan ribu kendaraan.
Semua bergegas untuk cepat sampai ke tujuan. Kondisi ini tentu tidak saja memicu kelelahan fisik tapi juga mental.
Karenanya, jagalah emosi dan konsentrasi selama perjalanan agar dapat memperhatikan rambu-rambu lalu lintas selama berkendara.
Buang jauh-jauh perilaku mengemudi yang agresif di jalan seperti ugal-ugalan, serobot sana serobot sini. Lebih baik sedikit terlambat sampai tujuan daripada celaka bukan?
Saat di perjalanan, jangan paksakan diri untuk terus berjalan dan memacu kendaraan. Pengemudi yang mengemudikan kendaraannya lebih dari 4 jam akan mengalami penurunan kesigapan maupun respon tubuh sehingga rawan memicu kecelakaan. Karenanya, pemudik khususnya pengemudi, dihimbau beristirahat setelah 4 jam berkendara.
Carilah tempat istirahat atau rest area, dan usahakan mengambil beberapa waktu untuk istirahat/tidur. Jangan memaksakan diri dengan meminum obat atau bahan tertentu yang dipercaya sebagian masyarakat dapat meningkatkan daya tahan tubuh sesaat.
Setelah sampai di tujuan, hal yang sangat penting untuk segera dilakukan adalah melakukan pemulihan kondisi tubuh.
“Cepatlah beristirahat. Jangan paksa diri Anda untuk langsung berkeliling-keliling ke rumah sanak saudara untuk berlebaran,” saran Prof. Tjandra.
Antisipasi Kemenkes
Kesiapan fisik dan mental pemudik adalah satu sisi dari upaya membuat mudik lebaran menjadi aman dan nyaman. Bagaimana upaya Pemerintah dalam mengantisipasi “ritual” tahunan ini, khususnya dari aspek kesehatan?
Menurut Prof. Tjandra, Kementerian Kesehatan melakukan upaya-upaya untuk mengurangi dampak kesehatan pada saat mudik. Yakni melalui kegiatan promotif, preventif, penanganan lapangan, dan informasi ke masyarakat.
"Kegiatan promotif yang akan dilakukan Kemenkes adalah melakukan penyuluhan kesehatan di berbagai daerah di Indonesia,” jelasnya.
Salah satu kegiatan preventif yang akan dilakukan adalah sanitasi makanan. Upaya ini dititikberatkan pada tindakan untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu, sehingga mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, serta mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan.
Kemenkes juga melakukan kegiatan preventif lainnya, seperti penyuluhan mengenai bahaya mengemudi dalam keadaan letih/mengantuk kepada supir dan pengumuman standar layanan kesehatan bagi seorang pengemudi.
Selain itu, juga akan melakukan penanganan di lapangan, yakni melalui pendirian Posko-posko kesehatan di sepanjang jalur mudik Jawa dan Sumatera, yang memang termasuk jalur padat. Posko kesehatan ini tak hanya memberi pelayanan kesehatan, tapi juga melayani beragam tes, seperti tes narkoba dan kelayakan pengemudi.
“Pelayanan dilakukan oleh dokter umum dan dokter ahli di titik - titik rawan kepadatan maupun kecelakaan di sepanjang jalur mudik Jawa dan Sumatera. Selain itu, Puskesmas dan Rumah Sakit pun akan disiagakan 24 jam,” tutur Prof. Tjandra menjelaskan.
Ia pun mengingatkan, upaya-upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan ini tidak akan maksimal tanpa ada kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak, yakni kementerian-kementerian lain, pemerintah daerah, organisasi masyarakat dan media massa.
“Perlu ada sinergi yang selaras agar semuanya berjalan sesuai dengan yang direncanakan,” pungkas Prof. Tjandra.
Sumber: Antaranews