Reportase atau laporan hasil perjalanan singkat ini ditulis oleh seorang kompasioner (anggota blog kompasiana) bernama Alex Win, seorang warga Jakarta yang sengaja menyempatkan waktunya selama 3 hari untuk melihat kondisi dan suasana kota Solo di bawah kepimpinan Jokowi. Dia ingin membuktikan secara langsung apakah benar apa yang sering diberitakan di media massa selama ini, bahwa kota Solo semakin maju dan tertata rapi selama dipimpin oleh Jokowi. Semua ini dilakukan agar nantinya warga atau masyarakat Jakarta tidak salah memilih siapa figur yang tepat untuk mempimpin kota Jakarta. Berikut ini reportase lengkapnya tanpa ada penambahan dan pengurangan sedikitpun :
Loji Gandrung, Rumah Dinas Walikota Solo
Kata “Wisata Politik” mungkin terdengar aneh, tetapi memang sejak sebelum putaran pertama Pilkada DKI, saya berkeinginan melihat bukti prestasi walikota Joko Widodo membangun kota Solo. Apakah betul seperti yang didengungkan media tentang pencapaian Jokowi ?
Sabtu sore (08/09/2012), saya dan keluarga tiba di Bandara Adi Soemarmo, Solo. Kesan bersih, rapi dan nyaman terlihat di area bandara, walaupun kecil jika dibandingkan dengan Bandara Soekarno-Hatta. Bandara yang tertata dengan baik adalah hal yang penting karena akan memberikan kesan pertama yang melekat.
Bandara Adi Soemarmo, Solo
Perjalanan dari Bandara menuju hotel di pusat kota membutuhkan sekitar 30 menit dengan taxi. Tidak banyak yang dilihat karena memang sudah menjelang malam. Sambil jalan, saya pun memancing pembicaraan dengan supir taxi tentang kondisi kota Solo.
“Kota Solo menjadi lebih rapi setelah dipegang oleh Pak Jokowi” kata supir taxi yang berusia kira-kira 3oan ketika menutup pembicaraan setiba di hotel, sebagai jawaban atas komentar saya tentang keteraturan sisi kiri-kanan jalan raya.
Kuliner Malam
Galabo menjadi tujuan singgah pertama malam itu, setelah memasukkan koper ke kamar hotel. Letaknya kira-kira 10 menit ditempuh dengan becak. Galabo adalah wujud nyata dari usaha untuk memberdayakan para pedagang kecil. Aneka kuliner Solo tersaji dengan gaya kaki lima, ditata di sepanjang jalan didepan pusat belanja Beteng. Jalan sepanjang 200 meter ditutup dari sore sampai malam hari untuk mengakomodasi para pedagang makanan. Ada timlo, thenkleng, sate buntel, sate ayam, nasi goreng, ayam kremes, gudeg, wedang ronde berjejer sepanjang jalan.
Kuliner Malam Galabo
Konsep Galabo mirip seperti kuliner malam Pusat Sate, Lau Pa Sat di Singapura yang buka hanya malam hari dengan menempati sepotong jalan yang ditutup untuk kendaraan bermotor. Hanya saja, Galabo menempati jalan yang lebih panjang sehingga lebih lengang, masih banyak yang bisa ditambah dalam lokasi ini.
Becak, Becak Coba Bawa Saya.….
Walaupun jalan di pusat kota Solo tidak terlalu padat jika dibandingkan dengan Jakarta, becak tetap merupakan pilihan yang ideal untuk mengunjungi lokasi wisata dalam kota. Selain mudah untuk menyelinap keluar masuk jalan kecil, para tukang becak juga bisa merangkap jadi “tour guide”, tinggal sebut saja mau lihat apa, belanja dimana dan makan apa.
Becak Solo
Minggu pagi merupakan “car free day” di Jalan Slamet Riyadi. Warga Solo, sepeda, dan becak melenggang di jalan yang tertutup untuk kendaraan bermotor. Banyak aktivitas digelar di jalan seperti olah raga, pentas seni jalanan, atau sekedar jalan-jalan.
Pentas Seni Jalanan
Menelusuri Jalan Slamet Riyadi dengan becak sewaan, sampailah di Loji Gandrung, ambil foto dari luar pagar lalu jalan lagi. Khusus hari minggu, rumah dinas walikota tertutup untuk umum. Pada hari kerja masyarakat bisa mampir untuk sekedar foto-foto atau meminta bertemu Jokowi jika memang ada hal penting.
Berikutnya becak sewaan pun diarahkan ke Kampung Batik Kauman, mencari batik khas Solo. Perhatikan, bahkan ada tertulis “The City of Batik” di bawah nama bandara Adi Soemarmo.
Apa Kata Mereka Tentang Jokowi ?
Sambil menunggu isteri yang sibuk dengan berbagai macam batik di Kauman, saya pun berbincang-bincang dengan penarik becak, Mas Marsono dan Mas Yadi tentang kehidupan di Solo. Tentunya tidak jauh dari profil Jokowi, sang walikota. Apa kata mereka ?
Penulis (Alex Win) : “Mas, bagaimana keadaan kota Solo dibawah pimpinan Jokowi ?”
Mas Yadi : “Wah bagus….lebih bersih….lebih teratur. Pedagang kaki lima diberi tempat, diatur semua, tidak dipaksa.”
Mas Marsono : “Iya…lebih bagus, orang-orang kecil juga diperhatikan. Pak walikota dekat dengan rakyatnya, ndak sombong.”
Penulis : “Di Jakarta ada yang bilang Pak Jokowi terlibat korupsi di Solo…”
Mas Yadi dan Marsono : ” Huahahhahaaaa …….. (tertawa bareng).”
Mas Yadi : “Ndak mungkin mas, Pak Jokowi itu jujur, gajinya saja tidak diambil……. ndak mungkin korupsi, semua ada tanggung jawabnya. Kalau ada yang bilang korupsi, mari saya antar keliling cari tahu, gratis, ndak usah bayar. Mari buktikan Pak Jokowi korupsi atau tidak…..”
Mas Marsono : “Iyo….tak dampingi…… cari tahu. Itu kan kata orang yang ndak suka sama Pak Walikota, asal ngomong…..” ( celetuknya dengan logat Jawa yang kental ).
Penulis : “Iya, sedang ramai di Jakarta menjelang pemilihan putaran kedua….”
Mas Yadi : “Semoga Pak Jokowi menang, warga Solo pasti dukung…ikut senang….. bangga……..”Waktu ada Sule manggung di Sriwedari, Pak Walikota ikut berbaur dengan rakyat, duduk lesehan bersama rakyat di bawah, bukan di kursi khusus. Pak walikota selalu dekat dengan rakyatnya, ndak sombong……..”
Perbincangan pun mengalir tentang keluarga, kehidupan di Solo, dan apa yang sedang terjadi akhir-akhir ini termasuk serangan teroris terhadap polisi.
Mas Marsono dan Mas Yadi
Ternyata kedua mas-mas ini termasuk “tukang becak” yang sukses. Mas Yadi mempunyai empat anak, tiga anaknya telah mengenyam bangku universitas, dua sudah lulus dan bekerja, anak bungsu masih di SMU. Mas Marsono juga mempunyai empat anak, tiga anaknya telah bekerja dan anak bungsu masih di bangku SMP.
Keduanya menarik becak hanya “sambilan” saja di usia paruh baya. Mas Yadi, warga asli Solo, memiliki toko kelontong yang dikelola isterinya, sedangkan mas Marsono punya sawah di Klaten. Tentu itu hasil kerja keras di masa muda mereka.
Solo Kota Batik
Solo memiliki banyak pusat batik dengan kualitas sesuai harga. Saya sempat mampir di Pusat Grosir Solo, Beteng Trade Center, Kampung Batik Kauman dan Pasar Klewer untuk batik kelas “pasar rakyat”. Sedangkan Batik Danar Hadi merupakan Batik “kelas atas”. Variasi harga cukup jauh dengan beribu-ribu pilihan. Solo, “City of Batik”.
Batik Pasar Klewer
Batik Danar Hadi
Pasar batik merupakan salah satu tulang punggung ekonomi masyarakat Solo. Ekonomi berbasis industri kreatif.
Kuliner Jalanan
Solo juga terkenal dengan kulinernya, khususnya untuk “kelas warung”. Sebut saja Nasi Liwet Wongso Lemu, Pecel Ndeso, Sate Buntel, Soto Ayam, Wedang Ronde, Es Dawet, Ayam Kremes Blitar, dan masih banyak lagi.
Nasi Liwet
Warung Nasi Liwet Wongso Lemu
Kuliner malam Galabo yang telah dijelaskan di atas merupakan contoh pengembangan potensi kuliner di Solo. Memang tidak semua bisa sesukses warung nasi liwet Wongso Lemu atau Soto Ayam Gading yang selalu ramai dikunjungi pelanggan, tetapi bisa menjadi penggerak ekonomi rakyat kecil.
Jajanan pinggir jalan pun tidak kalah potensinya, ambil saja contohnya Es Dawet dan Gempol serta Wedang Ronde yang dijajakan dengan gerobak.
Penjaja Dawet dan Gempol
Es Dawet dan Gempol
Mari kita simak apa kata penjaja Wedang Ronde pinggir jalan tentang walikota Jokowi:
“Pak Jokowi memperhatikan rakyat, jujur dan menata kota Solo jadi rapi. Kita sebagai rakyat merasa tentram. Kejadian kemarin itu (penembakan polisi) tidak biasanya, pasti ada yang iri dengan Solo yang tentram….. Pak Jokowi itu bagus.”
Penjaja Wedang Ronde
Wedang Ronde
Bisa kita lihat, bahwa rakyat kecil merasa diperhatikan oleh walikotanya. Orang-orang di pinggir jalan, penjaja makanan gerobak pun merasa dekat dengan sosok Jokowi.
Moda Transportasi di Kota Solo
Moda transportasi umum di kota Solo seperti di kota-kota lainnya, ada bus kota, taxi, becak. Ada yang khusus untuk wisatawan seperti bus tingkat Werkudara.
Bus Tingkat Wisata Werkudara
Ada pemandangan unik ditengah kota pada jam-jam tertentu, yaitu sepur jadul yang melintas dengan suara “berisik” dan didampingi oleh motor pembuka jalan. Kereta itu namanya kereta api Bengawan Wonogiri yang sering disebut “kereta feeder Wonogiri”.
KA Jadul di Tengah Kota (gambar dari Google, tidak sempat foto)
Kereta feeder (pengumpan) adalah satu-satunya pemakai jalur antara Stasiun Purwosari hingga Stasiun Wonogiri. Setiap harinya kereta ini hanya membawa 1 atau 2 gerbong, karena jumlah penumpang yang sangat minim. Jalur kereta api Solo-Wonogiri melintasi jalan protokol Jl. Slamet Riyadi, Solo. Karena itu menjadi keunikan tersendiri karena berjalan berdampingan dengan kendaraan lainnya. Setiap hari kereta ini melayani penumpang yang berangkat dari Stasiun Purwosari. Jam keberangkatan kereta ini tidak tetap karena harus menunggu kereta api Senja Bengawan dari Jakarta. Sepur kuno yang melintas menjadi pemandangan unik tersendiri bagi wisatawan.
Selain sepur kuno, ada lagi kereta api ditengah kota yaitu “Railbus”. Saya tidak sempat coba naik, hanya sempat melihat kereta ini melintas. Suatu pemandangan menarik bagi turis seperti saya. Railbus “Batara Kresna” ini melayani rute Solo-Sukaharjo dan Solo-Yogyakarta, beroperasi sejak 5 Agustus 2012.
Railbus Batara Kresna (gambar dari Google)
Melihat variasi moda transportasi umum dan khusus di Solo merupakan daya tarik tersendiri bagi turis seperti saya.
Keraton Kasunanan Surakarta.
Pelataran Dalam Keraton
Kunjungan ke Keraton Kasunanan Surakarta memberikan kesan tersendiri, walaupun hanya sebatas bagian depan lingkungan Keraton. Pemandu wisata sekaligus “abdi dalem” Keraton menjelaskan dengan fasih sejarah dan tokoh-tokoh Kasunanan Surakarta. Hanya sayangnya kompleks Keraton dan benda-benda bersejarah yang diperlihatkan kepada publik tidak terawat, banyak yang sudah rusak atau diselimuti debu dan sarang laba-laba.
Kereta Jenazah Paku Buwono X - Rusak Tidak Terawat
(Disini saya sengaja hanya menampilkan satu gambar dari koleksi peninggalan keraton Solo, karena gambarnya terlalu banyak. Untuk melihat keseluruhan gambar peninggalan keraton Solo langsung saja menuju ke sumber)
Benda-benda bersejarah di dalam kompleks Keraton menyimpan cerita tersendiri, tetapi sayangnya tidak mendapat perawatan cukup. Menurut pemandu wisata, hanya pada masa jabatan walikota Jokowi, Keraton Surakarta mendapatkan bantuan dari APBD Kota Solo untuk merawat lingkungan Keraton, tetapi jumlahnya masih belum cukup. Setidaknya sudah berusaha untuk melestarikan peninggalan budaya dan sejarah.
Prajurit Keraton Surakarta
Selain memberikan bantuan finansial untuk pelestarian Keraton Surakarta, menurut salah satu “abdi dalem”, Jokowi juga membantu mendamaikan perselisihan didalam lingkungan istana, sehingga hubungan dengan Keraton cukup dekat. Warga Keraton juga memberikan dukungan kepada Jokowi untuk ikut serta dalam Pilkada
*****
Jokowi Dalam Bingkai Masyarakat Solo
Mas Jokowi (sumber : google)
Wisata Politik selama tiga hari di kota Solo memberikan perspektif politik yang menarik tentang sosok Jokowi. Kedekatannya dengan masyarakat Solo dari orang-orang yang tiap hari bersimbah peluh demi sesuap nasi di pinggir jalan sampai lingkungan “darah biru” Keraton, mencerminkan sosok pemimpin yang bisa merangkul semua pihak.
Pujian tulus dari tukang becak, penjaja makanan pinggir jalan, sampai abdi dalem Keraton merupakan aset untuk meraup dukungan suara lebih dari 90% untuk masa jabatan kedua.
Apakah Jokowi itu Superman ? Jelas tidak, sang walikota “hanya” melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang pemimpin dan bersikap jujur serta berempati kepada warganya. Selebihnya adalah tanggung jawab masing-masing individu warga kota Solo untuk memajukan keluarga dan lingkungannya.
Kita kilas balik sedikit, apakah Jokowi yang “membuat” Mas Yadi dan Mas Marsono berhasil memberikan pendidikan tinggi kepada anak-anaknya ? Tentu tidak, itu merupakan hasil perjuangan masing-masing individu, tetapi sikap sebagai pemimpin yang amanah memberikan “kenyamanan” dan keyakinan kepada orang-orang di jalan dan di pasar untuk berbuat lebih baik. Mereka semua merasa punya harapan karena mempercayakan pemerintahan kepada sosok yang jujur dan mau bekerja keras demi kebaikan masyarakat.
Mari kita lihat lagi, apakah Jokowi mempu berbuat segalanya seperti superhero ? Tentu tidak, sebagai orang nomor satu di pemerintahan Kota Solo, Jokowi juga menghadapi “keterbatasan”. Tetapi sikapnya memberikan inspirasi kepada orang-orang yang dipimpin untuk hidup dan berbuat lebih baik.
Adalah salah kaprah jika hendak menilai kinerja hanya berdasarkan angka-angka statistik, karena statistik hanya angka-angka “mati”, tergantung kita mau bawa kemana arahnya. Baik, buruk bisa “dipesan”. Apa kata orang-orang di jalan yang perlu didengarkan, bahasanya sederhana, tidak perlu penafsiran dan analisa tingkat tinggi.
Bagaimana menerangkan sikap kepemimpinan Jokowi secara singkat ? “Jujur dan mau bekerja keras” demikian kata Pak Heru, salah seorang petugas keamanan di Loji Gandrung.
Pak Heru
Kota Solo memiliki segala potensi untuk maju, pemerintah kota memiliki kemampuan memberikan fasilitas untuk mengembangkan potensi ekonomi rakyatnya. Hanya butuh seorang pemimpin yang baik untuk memberikan inspirasi dan kesempatan. Betul kata orang bijak, pemimpin itu memimpin dengan jujur dan siap berkorban, bukan malah mengorbankan rakyatnya dengan kebohongan.
Silakan nilai sendiri, apakah Kota Solo telah mendapatkan pemimpin yang baik ?