Kondisi mengenaskan Muntadar dipublikasikan Durgham al-Zaidi, adik laki-lakinya, kepada Agence France-Presse kemarin (16/12). "Dia mengalami patah tulang lengan dan rusuk akibat perbuatan pasukan keamanan Iraq," ujarnya. Namun, dia tidak menjelaskan lebih rinci sejak kapan Muntadar mengalami cedera, entah ketika berada di tahanan atau sesaat setelah diamankan pasukan Iraq.
Saat ini, kata Durgham, wartawan stasiun televisi swasta Al-Baghdadia tersebut ditahan di kompleks berpengamanan superketat, yakni Zona Hijau Baghdad. "Dia disekap atas perintah Muaffaq al-Rubaie, penasihat keamanan nasional Iraq," lanjutnya. Selain tulang lengan dan rusuk yang patah, mata dan lengan laki-laki 28 tahun itu robek. Sejumlah saksi menuturkan bahwa luka robek di wajah tersebut sudah terlihat saat Muntadar dikeler petugas.
Dalam kesempatan itu, Durgham mengungkapkan keterkejutannya atas aksi sang kakak. Kendati demikian, dia tetap bangga. "Aksi tersebut dia lakukan dengan spontan. Dia mewakili jutaan warga Iraq yang sejak lama ingin mempermalukan tirani AS," ucap laki-laki yang sering mendampingi kakaknya dalam tugas liputan sebagai juru kamera itu seperti dilansir CNN.
Sejak Iraq dicabik perang pada 2003, kebencian Muntadar kepada AS sebagai negara penggagas perang memuncak. "Dia selalu prihatin dan kecewa terhadap masyarakat Iraq yang dijajah Amerika secara fisik dan Iran secara moral," ungkap laki-laki 32 tahun tersebut. Penderitaan dan kemiskinan yang menjadi santapan sehari-hari rakyat Iraq itu memantik amarah Muntadar hingga berani melempar Bush dengan sepatu.
"Tidak jarang dia menangis saat meliput keluarga miskin Iraq. Dia juga sering menghimpun dana dari para kolega untuk diberikan kepada keluarga tersebut," jelas Durgham. Terutama, setelah dia meliput keluarga Iraq di Kota Sadr yang selama ini selalu menjadi medan pertempuran pasukan koalisi dan pengikut ulama radikal Moqtada al-Sadr yang sangat anti-AS.
Rencananya, keluarga menyewa pengacara Mesir guna membela Muntadar. Terpisah, mantan pengacara mendiang Saddam Hussein, Khalil al-Dulaimi, menyatakan bersedia membela Muntadar. "Pembelaan kami akan didasarkan pada fakta penjajahan AS terhadap bumi Iraq. Karena itu, segala bentuk perlawanan dilegalkan, termasuk melempar sepatu," tegasnya kepada The Hindustan Times.
Atas aksi nekatnya, Muntadar menghadapi tuduhan penghinaan kepala negara dan pemimpin negara tamu. Atas kesalahan ini, Muntadar menghadapi ancaman penjara dua tahun. Jika tindakannya ada unsur membahayakan keselamatan presiden maka ancaman itu bisa meningkat sampai 15 tahun.
Sementara itu, pelemparan sepatu yang menurut kultur Arab adalah bentuk penghinaan terendah tersebut mengundang perhatian Presiden Venezuela Hugo Chavez. Dalam wawancara dengan Reuters kemarin, pemimpin anti-AS itu menyatakan terkesan dengan aksi Muntadar tersebut. Sebab, melancarkan aksi nekat semacam itu membutuhkan keberanian tingkat tinggi. Apalagi, dalam even tersebut Bush mendapatkan pengawalan ketat.
"Untung saja sepatu tersebut tidak mengenainya (Bush, Red). Saya tidak menganjurkan siapa pun melempar sepatu. Tapi, sungguh itu benar-benar aksi yang sangat berani," paparnya. Di negeri pemimpin 54 tahun tersebut cuplikan pelemparan sepatu oleh Muntadar itu diputar berulang di stasiun televisi nasional.
Chavez adalah pengeritik perang AS melawan teror di Iraq dan Afghanistan dan seringkali menyebut Bush "keledai", "pemabuk" atau "Bapak Bahaya". Ia paling terkenal menyebut Bush "Iblis", saat pidato di markas PBB di New York, sambil mengendus udara dan mengatakan masih tercium bau belerang setelah Bush meninggalkan podium.
Selama 10 tahun memangku jabatan, Chavez telah menggambarkan pemerintah sosialisnya sebagai pilihan bagi "kekaisaran" AS. ia mendorong persekutuan dengan banyak negara, termasuk Iran, Kuba dan Rusia guna membuat lemah pengaruh Washington di pentas dunia.
Guyon Wapres
Insiden pelemparan sepatu oleh wartawan Iraq kepada Presiden Amerika Serikat George Walker Bush membuat Wapres Jusuf Kalla khawatir. Dia meminta wartawan mengikat erat sepatunya setiap kali menghadiri keterangan pers dengan presiden maupun dirinya. ''Sepatunya diikat kencang ya, nanti," ujar Kalla ketika berbicara dengan sejumlah wartawan peserta Konferensi Regional Asia Pasifik tentang Perlindungan Jurnalis se-Asia-Pasifik di Istana Wakil Presiden kemarin (16/12).
Secara berkelakar, Kalla menilai insiden itu menunjukkan tak hanya wartawan yang butuh perlindungan dari pemerintah, namun presiden juga butuh perlindungan dari wartawan. ''Bukan hanya wartawan yang butuh perlindungan. Insiden sepatu itu bukti presiden juga butuh dilindungi," katanya disambut tawa puluhan wartawan tersebut. Sebelumnya Kalla memang mendapat laporan bahwa hingga 2008 ini setidaknya 1.400 wartawan terbunuh ketika tengah melaksanakan tugas jurnalistik.
Ratusan wartawan di antaranya berasal dari Asia-Pasifik, termasuk Indonesia. Karena itu, pemerintah diminta memberikan perlindungan kepada wartawan selama melaksanakan tugas. Dalam kesempatan tersebut, Kalla meminta jurnalis membuat tulisan yang memberi optimisme, tidak justru membuat orang menjadi pesimistis. ''Anda harus membuat orang menjadi optimistis. Kalau orang pesimistis, bukan hanya sepatu yang Anda dapat, tapi batu," katanya.